Imam Husein RA tinggal di Makkah dan Madinah.. beliau selalu berada di dua kota tersebut..Makkah dan Madinah saat itu dipenuhi oleh para sahabat … mereka adalah golongan ahlu sunnah wal jamaah. Dari sejak kepemimpinan Muawiyah ra yang mendapat baiat dari Imam Hasan RA.. hingga periode awal Yazid jadi raja.. Imam Husein selalu dalam keadaan aman. Keluarganya terlindungi.. mereka berada bersama dengan para ahlu sunnah wal jamaah dari kalangan sahabat dan tabiin.
Lalu terdengar kabar.. jeleknya tabiat Yazid sebagai raja.. meskipun Muhammad bin Ali bin Abi Thalib Al Hanafiyah menyatakan bahwa kabar ntu hanyalah sekedar gosip murahan.. tapi bagaimana pun .. Imam Husein jelas lebih baik .. sangatlah jauh lebih baik dari Yazid bin Muawiyah..
Nun jauh di seberang sana.. disebuah kota yang bernama kufah… dimana orang2 syiah berkumpul ikut berfikiran yang sama.. bahwa Imam Husein lebih berhak menjadi pemimpin dibandingkan Yazid..


Baca artikel  selengkapnya di SUNNI ADALAH  tafhadol
Demi memenuhi keyakinan mereka bahwa sang Imam lebih layak di baiat dibandingkan Yazid.. maka mereka pun menyatakan kesiapan mereka dan kesedian mereka membaiat Imam Husein dan berkorban jiwa raga disampinya demi membelanya.
Begitulah yang tertulis dalam beratus2 surat yang terkumpul dalam berkantong2 surat yang datang kepada Imam Husein.. demi meyakinkan beliau.
Surat ibarat mulut bagi tuannya nun jauh disana sebagai pembawa pesan apa yang hendak dikatakan.. akan tetapi tindakanlah yang menjabarkan apa yang sebenarnya tersimpan dalam hati.
KETIKA SYIAH MENJEBAK IMAM HUSEIN DAN KELUARGANYA
Dikabarkan.. Abdullah bin Abbas RA yang oleh Sayyidina Ali RA diangkat menjadi penasehat dan orang kepercayaannya disaat beliau masih hidup menjadi amirul mukminin.. mengetahui adanya surat itu..
Sebagai sesama bani Hasyim dan Ahlul Bait Nabi.. beliau pun menasehati Imam Husein RA.. “Janganlah kamu dengarkan mereka.. mereka adalah kaum yang suka berkhianat sebagaimana mereka berkhianat kepada ayahmu”
Akan tetapi.. imam husein berperasangka baik.. terlebih didalam surat itu sangat2lah meyakinkan akan janji kesetiaan mereka.. dan jelasnya dalam surat itu pastinya ditambahkan sumpah kepada Allah SWT bahwa mereka akan setia.
Namun apa yang terjadi saat Imam Husein tiba di KARBALA..
Tak dinyana tak diduga.. disana sudah berkumpul pasukan Nashibi pimpinan gubernur Ubaidillah bin Jiyad.. mereka seakan sudah mengetahui kedatangan Imam Husein ke kota itu… seakan2 ini sudah dipersiapkan.. ini ibarat memancing sesuatu dari tempat amannya ke tempat yang berbahaya.
Imam Husein yang selalu aman tinggal di Makkah dan Madinah kini dihadapkan pada situasi sulit di padang Karbala. Orang syiah yang mengaku bahwa mereka mempunyai pasukan berjumlah 12 ribu orang dan akan membela Imam Husein.. hanyalah isapan jempol belaka. Jumlah pasukan mereka memang benar sejumlah 12 ribu.. tapi bukannya berada disamping Imam Husein seperti yang selalu mereka katakan.. mereka masing berada dibelakang Ubaidilah bin Jiyad..
Bahkan Imam Husein sempat memanggil beberapa tokoh syiah tersebut.. yang dulu dalam suratnya menyatakan janji setia.
Dibawah ini dikutip dari  http://www2.irib.ir/worldservice/melayuradi

Imam Husein lantas memanggil beberapa orang dari barisan musuh: “Wahai Syabats bin Rab`i, Hajjar bin Abjad, Qais bin Asy’ats, Zaid bin Haritsah! Bukankah kalian yang menulis surat kepadaku untuk datang dengan mengatakan bahwa buah-buah telah masak dan siap dipetik, dan seluruh warga Kufah akan menjadi bala tentaraku? Apakah kalian sudah lupa kepada janji dan sumpah setia kalian?”
Semuanya membantah pernah menulis surat itu kepada Imam Husein. Beliau menjawab: “Demi Allah kalian telah menulis surat itu.”
Qais bin Asy’ats menyergah: “Kami tidak tahu apa yang kau maksudkan. Jalan terbaik bagimu adalah menyerah dan menerima kekuasaan Bani Umayyah. Mereka pasti akan memberimu hadiah sebanyak yang kau inginkan. Mereka tidak akan mencelakakanmu.”
Zuhair bin Al-Qain mendatangi Imam Husein dan meminta izin untuk berbicara dengan pasukan Kufah. Imam mengizinkan. Sahabat setia Imam Husein itu segera bangkit dan berdiri menghadap pasukan musuh. Dengan suara lantang, Zuhair berseru: “Wahai warga Kufah! Takutlah kalian akan azab Allah. Aku berdiri di sini untuk menyampaikan nasehat kepada kalian, sebab kalian memiliki hak untuk mendengarkannya dariku. Sampai saat ini, kita masih terikat dalam persaudaraan seagama. Tali ikatan ini tetap ada selama pedang belum memisahkannya. Tetapi ketika pedang sudah berbicara, kita akan terpisah menjadi dua kelompok yang berbeda. Ketahuilah bahwa Allah telah menjadikan keluarga Rasul-Nya sebagai ujian bagi kalian, bagaimana kalian memperlakukan mereka. Allah telah melarang kalian untuk tunduk dan patuh kepada kaum durjana seperti Yazid dan Ubadillah bin Ziyad. Dia pulalah yang memerintahkan kalian untuk membela anak cucu Rasulullah. Jika tidak, tak lama lagi kaum durjana itu akan mencungkil mata kalian, memotong kaki dan tangan kalian serta menggantung tubuh kalian di batang korma.”
Nasehat Zuhair dibalas dengan makian. Pasukan Kufah tetap bersikeras untuk tidak meninggalkan medan perang sebelum berhasil membantai Imam Husein dan para sahabatnya atau membawa mereka dengan tangan terbelenggu kepada Ibnu Ziyad.
Imam Husein meminta kudanya. Setelah duduk di atas punggung kuda, beliau kembali menghadap pasukan Kufah. Sambil meletakkan sebuah naskah Al-Qur’an di  atas kepalanya Imam Husein berkata: “Wahai penduduk Kufah, antara kita ada kitab suci Tuhan dan sunnah kakekku Rasulullah. Tahukah kalian bahwa pakaian yang melekat di tubuhku ini adalah pakaian Nabi? Tahukah kalian bahwa pedang dan perisai yang aku bawa adalah milik kakekku, Rasululah?”
Pasukan musuh membenarkan kata-kata Imam Husein. Menyaksikan itu beliau bertanya: “Kalau begitu, apa alasan kalian memerangiku?”
“Ketaatan kepada gubernur Ubaidillah bin Ziyad,” jawab mereka.
Mendengar jawaban itu, Imam berkata, “Celaka kalian yang telah berbaiat kepada orang seperti dia dan mengacungkan pedang ke arah kami. Celaka kalian yang memilih untuk menjadi pembela musuh-musuh Allah yang tidak akan berlaku adil terhadap kalian. Mengapa kalian justeru memerangi keluarga Rasul di saat pedang kaum durjana menguasai kalian dan untuk selanjutnya orang-orang zalim itu akan mengotori dunia dengan kezaliman mereka. Celakalah kalian yang telah mencampakkan kitabullah dan mengubah-ubah kandungannya. Mengapa kalian patuh kepada para pengikut syaitan, pendosa, durjana dan pelanggar ajaran Rasul? Mengapa kalian justeru mengikuti mereka serta meninggalkan dan tidak membela kami, keluarga Rasul? Demi Allah, bukan kali ini saja kalian melanggar sumpah setia. Kehidupan kalian sarat dengan pengkhianatan yang telah menyatu dengan kepribadian kalian. Ketahuilah bahwa Ibnu Ziyad telah memberiku dua pilihan. Kehinaan atau pembantaian. Kami tidak akan pernah memilih kehinaan. Sebab Allah, kaum mukiminin dan semua orang bijak tidak akan merelakanku memilih kehinaan. Mereka tidak akan menerima alasanku mengikuti orang-orang durjana itu. Kini aku bersama sanak keluarga dan sahabat-sahabatku yang berjumlah kecil ini bangkit untuk berjuang di jalan Allah dan siap untuk meneguk cawan syahadah. Wahai penduduk Kufah, ketahuilah bahwa setelah ini kalian tidak akan hidup lama. Inilah yang diberitahukan oleh ayahku dari kakekku Rasulullah. Wahai warga Kufah! pikirkanlah untuk selanjutnya selesaikan segera urusan  ini. Ketahuilah bahwa Husein hanya berharap kepada Allah yang Maha Besar, sebab tak ada satupun makhluk yang hidup, kecuali seluruh urusan dan kehidupannya ada di tangan Allah. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus.”
Kemudian Imam Husein membawakan bait-bait syair Farwat bin Masik Al-Muradi, salah seorang sahabat Nabi:
“Wahai kalian semua, jika kami menang itu sudah tradisi. Namun jika kami hancur ketahuilah bahwa kami tidak akan kalah. Jika kami berhasil membunuh, kemenangan ada pada kami, dan jika kami terbunuh kami tetap menang. Kami bukanlah pengecut dan berhati lemah. Kami adalah jawara dan pemberani. Jika kami terbunuh berarti itulah saat kesyahidan dan pengorbanan kami. Ketika kematian tidak menjemput suatu kaum, berarti ketika itu ia sedang merenggut kaum yang lain.”
“Inilah hari yang ditentukan bagi kami dan para pembela kami. Jika para tokoh dunia kekal kamipun pasti akan kekal, sebab kami adalah pemuka umat manusia. Jika para pemimpin meninggalkan dunia ini menuju ke alam keabadian, kamipun juga akan berjalan menuju ke sana.”
Imam Husein mengangkat kedua tangannya dan berdoa: “Ya Allah, jangan kau siramkan hujan rahmat-Mu kepada kaum ini. Buatlah mereka hidup di bawah kekuasaan para durjana. Dudukkanlah budak dari Bani Tsaqif itu untuk menguasai mereka dan memberi mereka rasa kehinaan. Engkau tahu bahwa Husein selalu berserah diri dan bertawakkal kepadaMu.  Engkaulah tempat kami semua kembali.”
Selesai ngutipnya

Basyir bin Khuzaim al-Asadi berkata: Aku melihat Zainab binti Ali As saat itu. Tak pernah kusaksikan seorang tawanan yang lebih piawai darinya dalam berbicara. Seakan-akan semua kata-katanya keluar dari lisan Amirul Mukminin Ali As. Kemudian ia memberi isyarat agar semuanya diam. Nafas-nafas bergetar. Suasana menjadi hening seketika. Zainab memulai untaian kata-katanya:
“Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam atas kakekku Rasulullah Muhammad Saw dan keluarga pilihannya yang suci dan mulia.
Wahai penduduk Kufah! Wahai para pendusta dan orang-orang licik. Untuk apa kalian menangis? Semoga aliran air mata kalian tidak akan pernah berhenti. Aku berharap jeritan kalian tidak akan pernah berakhir. Kalian ibarat wanita yang mengurai benang yang sudah dipintalnya dengan kuat namun kemudian kalian membuyarkannya kembali hingga bercerai-berai. Sumpah dan janji setia yang kalian lontarkan hanyalah sebuah makar dan tipu daya semata.
Ketahuilah, wahai penduduk Kufah! Yang kalian miliki hanyalah omong kosong, cela dan kebencian. Kalian hanya tampak perkasa di depan wanita tapi lemah di hadapan lawan. Kalian lebih mirip dengan rumput yang tumbuh di selokan yang berbau busuk atau perak yang terpendam. Ketahuilah bahwa kalian sendiri telah membuat nasib buruk terhadap hari akherat kelak dan alangkah kejinya perbuatan kalian yang telah membuat murka Allah dan kalian akan tinggal selama-lamanya di neraka.
Untuk apa kini kalian menangis tersengguk-sengguk? Ya, aku bersumpah demi Allah, perbanyaklah kalian menangis dan kurangilah tertawa kalian, sebab kalian telah mencoreng diri kalian sendiri dengan aib dan cela yang tidak dapat dihapuskan selamanya. Bagaimana mungkin kalian akan mampu untuk menghapuskan darah suci putra Nabi sedangkan orang yang kalian bunuh adalah cucu penghulu para nabi, poros risalah, penghulu pemuda surga, tempat bergantungnya orang-orang baik, pengayom mereka yang tertimpa musibah, menara hujjah dan pusat sunnah bagi kalian.
Ketahuilah, bahwa kalian sudah terjerembab dalam dosa yang sangat besar. Terkutuklah kalian! Semua usaha yang telah kau lakukan akan menjadi sia-sia, tangan-tangan jadi celaka, dan jual beli membawa kerugian. Rahmat-Nya tidak akan meliputimu karena kau telah membinasakan sendiri usaha-usaha kalian. Murka Allah telah Dia turunkan atas kalian. Kini hanya kehinaanlah yang akan selalu menyertai kalian.
Celakalah kalian wahai penduduk Kufah! Tahukah kalian, bahwa kalian telah melukai hati Rasulullah? Putri-putri beliau kalian gelandangkan dan pertontonkan di depan khalayak ramai? Darah beliau yang sangat berharga telah kalian tumpahkan ke bumi? Kehormatan beliau kalian injak-injak? Aku yakin bahwa apa-apa yang telah kalian lakukan adalah kejahatan yang paling buruk dalam sejarah yang akan disaksikan oleh semua orang dan tak akan pernah hilang dari ingatan.
Mengapa kalian mesti heran ketika menyaksikan langit meneteskan darah? Sungguh azab Allah di akhirat kelak sangat pedih. Dan tidak akan ada seorang pun yang akan menolong kalian. Kalian jangan tertipu dengan kesempatan waktu yang telah Allah ulurkan ini. Sebab masa itu pasti akan datang dan pembalasan Allah tidak akan meleset. Tuhanmu menyaksikan semua yang kalian lakukan.”

Sayid Ibnu Thawus, Luhuf, hal. 146, Thabarsi, Ihtijâj, Jil. 2, hal. 303, Syaikh Mufid, Amali, hal. 321, Syaikh Thusi, Amali, hal. 91, Ibnu Syahr Asyub, Manâqib, Jil. 4, hal. 115, Allamah Majlisi, Bihâr al Anwâr, jil. 45, Hal. 108 dan 162
Axact

Axact

Vestibulum bibendum felis sit amet dolor auctor molestie. In dignissim eget nibh id dapibus. Fusce et suscipit orci. Aliquam sit amet urna lorem. Duis eu imperdiet nunc, non imperdiet libero.

Post A Comment:

0 comments: